Padahal empat daerah tersebut merupakan sentra peternakan di Jawa Tengah, terutama sapi potong, kerbau, kambing, dan domba. Kekeringan, yang sebentar lagi akan tiba, bukan hanya menyengsarakan warga, melainkan juga ternak-ternak ruminansia mereka. Rumput dan hijauan makanan ternak (HMT) pun makin sulit didapatkan.
Sejak awal Orde Baru, sebenarnya pemerintah serta kalangan akademisi terus mencari berbagai terobosan untuk mengatasi krisis HMT. Teknik amoniasi dan silase pun diperkenalkan, untuk mengawetkan rumput dan HMT yang berlimpah di musim hujan, kemudian diberikan kepada ternak di musim kemarau.
Sebenarnya banyak juga material di luar rumput dan HMT yang bisa diolah dengan teknik amoniasi. Salah satunya adalah limbah kulit kopi. Ya, limbah yang selama ini kerap mangkrak di perkebunan dan penggilingan kopi itu bisa dimanfaatkan untuk ternak ruminansia (sapi, kambing, domba), bahkan bisa juga diberikan kepada unggas.
Pengolahan Kopi
Proses pengolahan kopi dibedakan menjadi dua macam, yaitu pengolahan kopi merah (masak) dan pengolahan kopi hijau (mentah). Pengolahan kopi merah diawali dengan pencucian, perendaman, dan pengupasan kulit luar.
Proses ini akan menghasilkan 65 persen biji kopi dan 35 persen limbah kulit kopi. Biji kopi lalu dikeringkan dengan oven. Hasilnya adalah biji kopi kering oven (31 %), yang akan digiling untuk menghasilkan kopi bubuk (21 %). Sedangkan 10 persen lagi berupa limbah kulit dalam.
Proses pengolahan kopi hijau diawali dari penjemuran sampai bobotnya mencapai 38 persen dari bobot basah. Kopi kering digiling dan menghasilkan kopi bubuk (16,5 %). Sisanya, 21,5 persen, berupa campuran limbah kulit luar dan kulit dalam.
Percobaan pemanfaatan limbah kopi pada ayam pernah dilakukan Muryanto, Nuschati, Pramono dan Prasetyo (BPTP Jawa Tengah) pada tahun 2004. Limbah kulit kopi mengandung protein kasar 10,4 persen atau hampir sama dengan bekatul. Sedangkan kandungan energi metabolisnya 3.356 kkal/kg.
Hasil penelitian BPTP (2004) menunjukkan, penggunaan limbah kulit kopi sebanyak lima persen dari total ransum ayam hibrida tidak berpengaruh negatif terhadap produktivitas ayam. Artinya, meski tidak terlalu banyak, bisa menekan biaya pengeluaran peternak.
Amoniasi
Salah satu kendala pemanfaatan kulit kopi sebagai pakan ternak adalah kandungan serat kasarnya yang tinggi (33,14%), sehingga tingkat kecernaannya sangat rendah. Dengan proses amoniasi, tingkat kecernaan kulit kopi bisa ditingkatkan.
Bukan hanya itu, amoniasi kulit kopi juga dapat meningkatkan kadar protein serta menghilangkan aflatoksin. Metode ini pernah diteliti sejumlah mahasiswa Fakultas Peternakan Undip (2005), dan sukses diuji coba pada ternak domba.
Bahan yang digunakan dalam pembuatan amoniasi kulit kopi adalah 20 kg kulit kopi kering udara, 1 kg urea, dan 14 liter air. Adapun peranti yang dibutuhkan meliputi timbangan, gelas ukur, terpal plastik, kantong plastik (disesuaikan dengan jumlah bahan), ember, dan pengaduk.
Cara pembuatannya, kulit kopi dihamparkan pada terpal / lembaran plastik berukuran 180 x 200 cm2. Masukkan 14 liter air ke dalam ember, dan masukkan pula 1 kg urea ke dalamnya. Aduk terus sampai semua urea terlarut.
Siramkan larutan urea ke kulit kopi secara merata, kemudian dibolak-balik sampai seluruh bagian kulit basah oleh larutan tersebut. Masukkan kulit kopi ke dalam plastik kantong (90x 100 cm) secara rangkap, kemudian dipadatkan, dan diikat erat-erat.
Pastikan tak ada kebocoran pada kantong plastik. Setelah empat minggu, amoniasi kulit kopi sudah dapat dibuka. Amoniasi diangin-anginkan selama 1-2 hari, sampai bau menyengat amoniak hilang. Sekarang, hasil amoniasi bisa digunakan sebagai pakan sapi atau domba.
Kulit kopi yang telah diamonasi mempunyai kandungan protein 17,88 %, kecernaan 50 % (semula 40 %), VFA 143 mM (semula 102 mM) dan NH3 12,04 mM (semula 4,8 mM).
Struktur dinding sel kulit kopi juga menjadi lebih amorf dan tidak berdebu, sehingga lebih mudah ditangani. Dalam keadaan tertutup (plastik belum dibuka / dibongkar), bahan pakan yang diamoniasi dapat tahan lama.